Menjelang penghujung tahun 2016, dunia startup Indonesia diramaikan dengan kabar kurang sedap mengenai Pemutusan Hukum Kerja (PHK) karyawan dua perusahaan e-commerce, Sale Stock dan Berrybenka. Menyusul keduanya, berita mengejutkan juga datang dari startup asisten pribadi virtual, YesBoss, yang dikabarkan akan menghentikan layanannya untuk sementara pada Oktober 2016 hingga waktu yang belum ditentukan.
Selain menimbulkan tanda tanya di kalangan konsumen, besar kemungkinan peristiwa ini juga ikut menggoyahkan keyakinan pencari kerja–termasuk Anda–yang baru mulai membidik startup sebagai tempat berkarier. Lantas, apakah lingkungan kerja fun dan kasual yang telah menjadi identitas startup cukup sebagai alasan untuk tetap ingin bekerja di sana?
Penuh ketidakpastian
Apa sih alasan Anda tergiur meniti karier di startup? Apakah karena gaji? Suasana kerja? Atau fasilitas kantornya? Sah-sah saja memilih jenis perusahaan berdasarkan benefit-nya. Tapi, jangan lupakan fakta bahwa setiap perusahaan punya kelebihan dan kekurangan. Dengan demikian, Anda tidak akan mengharapkan enaknya saja, tapi juga siap dengan segala kemungkinan terburuk.
Kebanyakan startup masih terus bereksperimen dengan model bisnis dan target pasarnya, sehingga wajar jika banyak perubahan yang sering terjadi sejalan dengan kegiatan perusahaan. Hari ini diminta mengejar target A, esok bisa jadi target B. Untungnya bagi karyawan, mental mereka jadi terbentuk untuk jauh lebih siap menghadapi ketidakpastian.
Meski berisiko, namun ilmu dan kesempatan yang dapat digali dengan bekerja di startup sangatlah berharga. Setiap karyawan pun punya peranan yang kuat bagi kelangsungan perusahaan. Keistimewaan yang kian mengasah skill ini bahkan belum tentu bisa didapat di perusahaan lain.
Banyak kesempatan emas
Keistimewaan lain yang berhak dinikmati karyawan startup adalah banyaknya kesempatan emas yang disediakan. Di startup, Anda tak perlu takut kesulitan mengeluarkan ide, sebab para karyawan diberi kebebasan untuk berkarya. Bukan cuma itu, Anda juga bisa belajar menjadi pendiri startup langsung dari petingginya. Siapa tahu setelah keluar dari sana, Anda bisa membangun startup sendiri?
Bisa dibayangkan kan, betapa kuatnya daya saing karyawan jebolan startup di dunia kerja? Bahkan sebelum meninggalkan perusahaan pun, para talentanya sering kali jadi rebutan recruiter perusahaan-perusahaan lain. Oleh karena itu, selama kesempatan karier ini dimaksimalkan dengan baik, bekerja di startup tak perlu jadi kekhawatiran.
Bijak dalam memilih
Setelah memastikan bahwa Anda memiliki karakteristik karyawan startup yang dibutuhkan, kini saatnya memilih perusahaan startup yang paling cocok untuk Anda. Menilik dari pengakuan para karyawannya di situs Jobplanet, masing-masing perusahaan rupanya meninggalkan kesan yang berbeda-beda. Bahkan generalisasi masyarakat akan kultur startup yang santai tidak selalu terbukti.
Kontra
“Tekanan pekerjaan tinggi, kurang bisa fokus karena banyaknya pekerjaan, jam kerja terlalu siang”
Kontra
“Jam kerja sales manager yang tidak menentu, khususnya weekend. Pressure di kantor dari atasan yang tinggi.”
Berdasarkan testimoni-testimoni tersebut, Anda bisa melakukan perbandingan antar-startup terlebih dahulu—atau membandingkan antara startup dengan perusahaan korporat. Meski isu PHK sedang kencang menerpa dunia startup, tak menutup kemungkinan peristiwa ini juga terjadi di perusahaan lain yang (katanya) lebih stabil. Untuk itu, di manapun Anda melabuhkan pilihan, yang terpenting lakukanlah dengan bijak.
(Artikel ini juga dapat dibaca di Kompas.com)