Profil LinkedIn yang memuat resume pengalaman profesional para penggunanya cukup mengurangi beban HRD dalam merekrut karyawan. Melalui LinkedIn, HRD atau recruiter bisa menghubungi para kandidat yang paling mendekati kualifikasi yang dicari oleh perusahaan, untuk mengundang mereka wawancara.
Dengan kata lain, LinkedIn sangat memudahkan para HRD dalam melakukan tahap screening. Tapi, apakah itu berarti kandidat yang terpilih lantas terjamin kualitasnya?
Untuk memikat hati recruiter, para pencari kerja berusaha “tampil” semenarik mungkin dalam resume-nya. Karena jejaring sosial ini digunakan oleh para profesional, tentu banyak pula pengguna yang memoles profil mereka sedemikian rupa untuk memamerkan pengalaman kerja dan prestasi mereka. Bahkan dengan pemilihan kata-kata yang tepat, peluang mereka untuk dilirik oleh calon perusahaan bisa meningkat. Padahal pada kenyataannya, belum tentu profil yang mereka tampilkan di LinkedIn sepenuhnya menggambarkan pengalaman mereka.
Kulit luar kandidat
Layaknya CV, profil LinkedIn pun bisa dibilang hanya “kulit luar” sang kandidat. Untuk mengenalinya lebih jauh, perusahaan harus menguji kandidat tersebut lewat serangkaian seleksi. Bisa diawali dengan ujian psikotes dan sejenisnya, atau langsung masuk ke tahap wawancara. Nah, adalah tugas HRD dan user (calon atasan) untuk menggali latar belakang kandidat berdasarkan profil yang mereka pamerkan di LinkedIn.
Sayangnya, terkadang sesudah kandidat diterima dan mulai bekerja, kompetensi yang dia tunjukkan pada saat proses perekrutan tidak terbukti, bahkan mengecewakan. Namun, jangan langsung menyalahkan si karyawan jika hal ini terjadi. Kemungkinan, ada beberapa hal yang bisa jadi penyebabnya.
Menurut David Sturt and Todd Nordstrom, dua pengamat Leadership dari lembaga riset O.C. Tanner Institute, dalam artikel mereka yang dipublikasikan di Forbes, lingkungan kerja di perusahaan bisa menjadi faktor yang menghalangi performa karyawan baru. Kemungkinan lainnya, recruiter telah terkecoh oleh profil LinkedIn kandidat, dan gagal menelusurinya pada saat wawancara kerja.
Jejaring sosial tidak cukup menjamin performa karyawan
Keberadaan jejaring sosial, termasuk LinkedIn, memang menguntungkan kedua belah pihak, baik perusahaan maupun pencari kerja. Namun, rupanya itu saja tidak cukup menjamin bahwa performa karyawan nantinya dapat memenuhi ekspektasi perusahaan. Bayangkan betapa sia-sianya proses perekrutan yang telah dilakukan jika pada akhirnya perusahaan tidak meluluskan karyawan pascamasa percobaannya.
Setelah melihat performa karyawan baru yang tidak sesuai dengan harapan, ada baiknya HRD berdiskusi dengan manajer terkait mengenai karyawan tersebut. Beberapa pertanyaan berikut bisa menjadi acuan dalam melakukan penilaian:
- Apakah karyawan bisa beradaptasi dan menempatkan diri dalam tim barunya dengan baik?
- Bagaimana penerimaan tim terhadap karyawan baru tersebut?
- Sejauh mana pengetahuan mengenai produk dan perusahaan yang telah diserap oleh si karyawan baru dalam waktu tertentu?
- Berapa lamakah waktu yang disediakan oleh perusahaan dan divisi terkait hingga karyawan bisa menunjukkan perkembangan yang diharapkan?
Hal lain yang tak boleh dilupakan adalah berdiskusi dengan si karyawan baru untuk mencari tahu hal-hal yang menjadi kendala mereka dalam bekerja di perusahaan yang baru.
Tugas HRD dan manajer tak cukup hanya mengamati performa karyawan. Manajer terutama, perlu membimbing, memberikan semangat, serta mendorong dan memberdayakan karyawan hingga mereka dapat menghidupkan potensi dan menunjukkan kemampuan mereka secara maksimal.
Proses rekrutmen tak hanya menyita waktu, energi, serta biaya bagi perusahaan. Oleh karena itu, tak ada satupun perusahaan yang berharap untuk tidak meluluskan karyawannya setelah masa percobaan berakhir. Oleh karena itu, guna menghindari kerugian tersebut, perusahaan harus pandai-pandai menyaring calon karyawan.
LinkedIn hanyalah salah satu medium yang bisa dimanfaatkan oleh HRD untuk menjaring calon karyawan baru. Selain LinkedIn, HRD juga bisa menggunakan medium lain untuk memulai pencarian. Misalnya, dengan memasang info Lowongan di situs-situs karier atau yang terkait dengan dunia kerja. Salah satunya, Jobplanet. Dengan semakin banyaknya medium yang dimanfaatkan, akan semakin besar pula peluang bagi perusahaan untuk menemukan orang-orang kompeten yang layak dipekerjakan.