Untung dan Rugi Menjadi Kutu Loncat

Untung dan Rugi Menjadi Kutu Loncat

 Artikel ini juga dapat dibaca di  beritagar-logo.

‘Kutu loncat’ merupakan sebutan yang cukup lekat dengan generasi milenial. Kabarnya, kepribadian dan pola pikir yang berbeda membuat mereka cenderung senang berpindah-pindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Kebiasaan ini memang tak selamanya buruk, melainkan tergantung dari alasan atau motivasi si karyawan. Akan tetapi, selalu ada sisi positif dan negatif alias untung dan rugi dari kebiasaan berpindah-pindah kerja ini.

Berikut keuntungan dan kerugian dari kebiasaan ‘kutu loncat’:

Keuntungan

1. Eksplorasi diri

Dibandingkan bertahan di satu perusahaan untuk waktu yang lama, kebiasaan berpindah-pindah kerja memungkinkan Anda untuk mengeksplorasi diri. Di awal karier, Anda mungkin mencari pekerjaan yang sesuai dengan jurusan kuliah. Namun, jika setelah dijalani ternyata passion Anda ada di bidang lain, sah-sah saja bila Anda lebih memilih untuk mengejar passion tersebut.

Terkadang seseorang tak pernah tahu apa yang dia inginkan sampai benar-benar menjalaninya. Jadi, apabila Anda terpaksa menjadi ‘kutu loncat’ karena belum menemukan pekerjaan yang cocok, setidaknya Anda jadi lebih mengenal kemampuan dan potensi diri sehingga pada akhirnya bisa menjalani pekerjaan yang tepat.

2. Banyak relasi

Para ‘kutu loncat’ mestinya punya banyak kenalan. Bagaimana tidak? Sebentar-sebentar mereka pindah ke lingkungan baru dan bertemu orang-orang baru. Meskipun setiap saat harus menghadapi tantangan untuk beradaptasi, namun di saat yang sama networking di lingkup profesional pun jadi semakin luas.

Semakin banyak relasi yang terjalin, maka semakin banyak pula keuntungan yang bisa Anda rasakan. Dengan syarat, meskipun tak lagi menjadi kolega satu perusahaan, hubungan baik harus tetap dijaga. Siapa tahu di masa yang akan datang mantan bos Anda bisa menjadi klien, sementara mantan rekan kerja jadi rekan berbisnis.

 3. Pengalaman beragam

Seandainya Anda pernah magang di perusahaan BUMN, lalu setelah wisuda bekerja di agency periklanan, lalu setahun kemudian pindah lagi ke perusahaan teknologi multinasional; bayangkan betapa beragamnya pengalaman yang Anda miliki.

Setiap perusahaan tentu memiliki budayanya masing-masing. Bertransisi dari suasana kerja BUMN yang formal dengan manajemen yang terstruktur, pindah ke lingkungan agency yang penuh kreativitas dan jam kerja yang tak menentu mungkin memang menimbulkan culture shock. Namun, pengalaman seperti ini juga yang dapat menjadikan Anda sosok yang profesional.

 

 

Kerugian

1. Skill tidak maksimal

Ketika hendak resign dan pindah kerja, banyak karyawan yang beralasan ingin mencari tantangan dan menambah skill di tempat baru. Namun, jika baru beberapa bulan pindah sudah resign lagi, apakah upaya untuk menambah skill tersebut bisa maksimal?

Butuh waktu yang tidak sebentar untuk menguasai pekerjaan baru. Belum lagi di masa-masa awal ada proses adaptasi yang harus dilalui lebih dulu. Karenanya, pelamar yang menduduki posisi yang sama untuk beberapa tahun umumnya lebih dipercaya daripada mereka yang pengalamannya baru beberapa bulan.

 2. Tak pernah puas

‘Kutu loncat’ selalu punya alasan pembenar mengapa mereka mudah berpindah-pindah kerja. Seakan-akan selalu ada saja kekurangan di setiap perusahaan yang tak semestinya terjadi. Hal ini sebenarnya cukup ironis, mengingat sampai kapan pun tak akan ada perusahaan yang sempurna.

Kalau Anda berkunjung ke situs Jobplanet, Anda akan menemukan review berbagai perusahaan—baik pro maupun kontra. Bahkan, di halaman perusahaan-perusahaan terbaik sekalipun, Anda tak hanya akan menemukan pengalaman kerja para karyawan yang menyenangkan saja, tapi juga hal-hal yang masih perlu ditingkatkan atau diperbaiki dari perusahaan.

3. Loyalitas dipertanyakan

Salah satu yang jadi kekhawatiran perusahaan ketika merekrut ‘kutu loncat’ adalah loyalitas mereka. Itulah sebabnya alasan resign hampir selalu menjadi pertanyaan dalam wawancara kerja. Perusahaan tentunya tak ingin mengambil risiko dengan mempekerjakan karyawan yang hanya akan bikin repot HRD dan para senior yang membimbingnya. Selama masih ada pilihan lain, sebisa mungkin mereka menghindari kandidat yang kemungkinan besar akan meninggalkan perusahaan dalam waktu singkat.

 

Apabila Anda salah seorang yang menunjukkan ciri-ciri ‘kutu loncat’, Anda perlu mempertimbangkan keenam hal di atas. Dengan demikian, Anda dapat mengambil keputusan dan langkah yang bijak, tanpa mengorbankan karier di masa yang akan datang.

Comments

comments