Tren job-hopping alias berpindah-pindah kerja telah melekat dalam image karyawan milenial. Tak ayal, hal itu membuat mereka kerap dicap negatif, bahkan dijuluki ‘kutu loncat’, khususnya oleh para senior di perusahaan. Saat melamar kerja, tingkat kesulitan mereka untuk lolos saringan CV dan interview pun biasanya lebih tinggi.
Umumnya, ada tiga kekhawatiran terbesar recruiter terhadap si ‘kutu loncat’. Di antaranya, khawatir bahwa ia tidak bisa berkomitmen, tidak sabaran, serta bermasalah dalam beradaptasi dengan lingkungannya. Tentu saja recruiter tak ingin mengambil risiko mempekerjakan karyawan dengan karakter demikian.
Apabila Anda salah satu pelamar yang senang berpindah kerja, kondisi ini mungkin bisa menyulitkan Anda. Apa lagi jika Anda akan berhadapan dengan calon atasan, yakni karyawan baby boomer yang memiliki perspektif yang jauh berbeda dalam hal karier. Nah, untuk meyakinkan HRD dan calon atasan bahwa Anda layak mendapatkan kesempatan dan diterima di perusahaan mereka, ikuti panduan wawancara kerja berikut ini:
1. Beri alasan resign yang meyakinkan
Rasanya tidak aneh jika pewawancara menyangsikan pelamar yang dalam kurun waktu dua tahun sudah beberapa kali resign dari sejumlah nama perusahaan. Anda boleh bermodalkan IPK yang sempurna, tapi kebiasaan job-hopping yang disebabkan oleh hal-hal kecil tentu bukanlah kualitas yang diharapkan oleh recruiter.
Ketika pewawancara menanyakan kronologi job-hopping Anda, hindarilah jawaban yang memberi kesan kekanak-kanakan. Misalnya, tentang mantan bos yang menyebalkan, pekerjaan yang membosankan, atau perselisihan dengan rekan kerja. Meski demikian keadaan yang sesungguhnya, setidaknya berikan alasan yang lebih dewasa dan sampaikan secara baik.
Sebagai contoh, untuk menyampaikan alasan pindah kerja yang disebabkan oleh mantan bos, Anda tak perlu curhat berkepanjangan hingga menjatuhkan berbagai pihak. Sebaliknya, cukup tekankan saja bagaimana gaya kepemimpinan manajemen sebelumnya mulai menghambat perkembangan karier Anda, sehingga Anda terpaksa memutuskan untuk berpindah kerja.
2. Tunjukkan bahwa Anda mudah beradaptasi
Ketidakmampuan beradaptasi dengan lingkungan baru sering kali menjadi penyebab seseorang mudah resign dari perusahaan. Karenanya, HRD sering kali khawatir bahwa merekrut seorang ‘kutu loncat’ hanya akan menjadi tindakan yang sia-sia.
Untuk menepis kekhawatiran tersebut, Anda harus menunjukkan kepada pewawancara kemampuan beradaptasi Anda di perusahaan-perusahaan sebelumnya. Berikanlah bukti yang konkret mengenai seberapa cepat Anda belajar dan menguasai produk perusahaan. Jika ada, sampaikan juga prestasi yang pernah Anda capai selama bekerja di sana.
Perusahaan tidak ingin keberadaan Anda nantinya malah menghambat alur kerja karyawan lain. Oleh sebab itu, selain sebagai seorang fast learner, yakinkan juga pewawancara bahwa Anda tak pernah butuh waktu lama untuk menjadi team player yang baik, yang mampu mendongkrak performa tim secara keseluruhan.
3. Beri tahu tujuan karier Anda
“Berapa lama Anda akan bekerja di perusahaan ini?”
Pertanyaan di atas merupakan bagian dari strategi pewawancara untuk mengetahui apakah Anda hanya akan menjadikan perusahaan tersebut tempat singgah sesaat, atau Anda memang punya gambaran masa depan karier yang jelas di sana.
Sayangnya, sering kali pelamar terjebak dan langsung menyebutkan jumlah tahun yang pasti. Padahal, jawaban tersebut sama seperti menyiratkan rencana Anda untuk resign. Justru langkah tepat untuk membuat pewawancara yakin adalah dengan memberitahu tujuan karier Anda.
Anda, misanya, bisa menyampaikan bahwa suatu saat nanti Anda ingin menjadi spesialis sekaligus pimpinan IT di perusahaan tersebut. Bukan itu saja, jabarkan pula rencana dan proses yang akan Anda jalankan untuk sampai di posisi tersebut, serta bagaimana perusahaan bisa membantu Anda mewujudkannya. Artinya, selama perusahaan terus memberi tantangan baru, kesempatan belajar, serta jenjang karier, Anda akan tetap berada di sana.