Anda sedang menghadapi masalah pekerjaan dan punya pertanyaan seputar karier dan dunia kerja? Kirimkan pertanyaan Anda melalui email [email protected] dan dapatkan solusinya dari ahli dan praktisi HR berpengalaman di Jobplanet. Mari raih karier yang lebih baik bersama Jobplanet!
Artikel ini juga dapat dibaca di . |
Pertanyaan:
Belum lama ini saya dipanggil oleh HRD. HRD menyodori saya sebuah surat yang berisi pernyataan pengunduran diri, dan meminta saya menandatanganinya. Intinya saya “dipaksa” mengundurkan diri dari perusahaan.
Alasan dari perusahaan adalah, karena saya adalah pegawai outsourcing. Yang membuat saya tidak habis pikir, cara HRD berbicara benar-benar mengesankan kalau sebagai pegawai outsourcing saya layak menerima perlakuan tersebut.
Saya ingin bertanya, apa perlakuan diskriminasi terhadap pegawai outsourcing adalah hal yang wajar? Apakah sejak awal saya semestinya menghindari sistem kerja outsourcing? Kalaupun tidak, hal apa saja yang harus diwaspadai dan diantisipasi oleh para pegawai dan calon pegawai outsourcing? Mohon pencerahannya.
Jawaban:
Pada prinsipnya, setiap pemberhentian karyawan—baik karyawan yang menandatangani PKWT (Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu) maupun yang menandatangani PKWTT (Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu) atau yang lazim disebut sebagai tenaga tetap atau permanen—harus memperhitungkan hak dan kewajiban kedua belah pihak. Yang dimaksud kedua belah pihak di sini yakni perusahaan sebagai pihak pemberi kerja dan karyawan sebagai pihak yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
PHK yang dilakukan terhadap karyawan PKWT—termasuk tenaga outsourcing—sebelum jangka waktu perjanjian kerja berakhir memiliki konsekuensi bagi perusahaan, yakni berupa kewajiban untuk memberikan kompensasi, minimal sebesar jumlah gaji yang diterima si karyawan per bulan, dikalikan dengan sisa waktu kontrak.
Sebagai contoh, apabila Anda terikat kontrak untuk jangka waktu 12 bulan, tapi Anda diberhentikan oleh perusahaan pada bulan ketujuh, maka Anda berhak menerima kompensasi dari perusahaan sebesar 5 bulan gaji. Hal ini secara jelas diatur dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, dan seyogianya perjanjian kerja yang Anda tandatangani pun mematuhi aturan tersebut.
Praktik outsourcing sendiri sebetulnya tidak ada masalah, karena selama ini perkembangan sektor jasa, perdagangan, maupun manufaktur banyak ditopang oleh para tenaga outsourcing. Akan tetapi, sesuatu hal yang baik bisa menjadi buruk apabila pelaksanaannya tidak tunduk pada aturan yang berlaku.
Carut-marut praktik oursourcing di Indonesia sebagian besar disebabkan karena pelaksanaannya melenceng jauh dari praktik ideal, di mana tenaga outsourcing dijadikan sebagai ‘sapi perah’, baik oleh perusahaan outsourcing itu sendiri maupun oleh perusahaan yang menggunakan jasa tenaga outsourcing tersebut.
Oleh karena itu, sebelum menandatangani perjanjian kerja sebagai tenaga outsourcing, ada baiknya Anda memahami dengan saksama hal-hal apa saja yang menjadi hak dan kewajiban Anda. Jika memungkinkan, minta bantuan rekan yang memiliki latar belakang hukum untuk memberikan saran serta masukan. Atau untuk lebih jelasnya lagi, baca juga aturan-aturan yang tertuang dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.
Tentang Haryo Utomo Suryosumarto
Founder & Managing Director PT Headhunter Indonesia, perusahaan executive search yang mulai berdiri sejak Mei 2009. Lulusan S-1 di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan S-2 di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini menggabungkan pengetahuan praktis dan pengalaman profesionalnya di dunia HR selama lebih dari 16 tahun terakhir, untuk memberikan pencerahan berupa tips pengembangan karier melalui berbagai artikel serta workshop/seminar di kampus ataupun lingkungan korporasi.