Bagaimana Mempertahankan Karyawan ‘Kutu Loncat’?

karyawan kutu loncat milenial

 Artikel ini juga dapat dibaca di  beritagar-logo.

Pergantian generasi yang tengah terjadi di dunia kerja saat ini menuntut perusahaan untuk melakukan perubahan dalam tata kelola sumber daya manusia (SDM). Pasalnya, saat ini utamanya ada dua generasi dengan karakter yang berbeda, yang sedang aktif menggeluti dunia kerja. Mereka adalah Gen X dan Gen Y, atau yang juga sering disebut Generasi Milenial.

Gen Y yang kini mendominasi dunia kerja adalah para karyawan di rentang usia 21–35 tahun. Mereka dikenal sebagai generasi yang melek teknologi, mudah penasaran, dinamis, haus akan tantangan baru, dan tak suka dikekang. Ada juga pandangan bahwa generasi ini kurang setia terhadap pekerjaan, sehingga akrab dengan sebutan ‘kutu loncat’.

Tapi, apakah benar demikian?

Hasil riset Jobplanet belum lama ini mendukung pandangan tersebut. Berdasarkan riset, sebanyak 76,7% dari mereka hanya bertahan 1-2 tahun di tempat kerjanya, sebelum memutuskan untuk berpindah kerja. Hanya 9,5% dari mereka yang bertahan bekerja di satu tempat selama lima tahun atau lebih.

Bandingkan dengan generasi pendahulunya, yakni Gen X. Sebanyak 42,5% dari mereka bisa bertahan hingga lebih dari lima tahun di satu tempat kerja. Sementara, hanya 10% dari mereka yang berpindah kerja dalam waktu satu tahun.

Para karyawan Gen Y yang hanya bertahan di tempat kerja selama 1–2 tahun, kebanyakan berusia 21–25 tahun. Jika menilik usianya, para karyawan ini bisa dibilang belum lama memasuki dunia kerja. Tentu bisa dipahami bahwa mereka lebih mementingkan untuk mempelajari berbagai hal baru dan memperkaya pengalaman mereka. Jadi, tak heran jika mereka tak segan berpindah kerja jika merasa sudah tak mendapatkan tantangan atau ilmu baru di tempat kerja.

Mempertahankan dan memotivasi ‘kutu loncat’

Kehadiran Gen Y di dunia kerja menciptakan tantangan baru bagi perusahaan. Menyikapi karakter Milenial yang kreatif namun tak suka dikekang, perusahaan dituntut untuk melakukan perubahan. Tak heran jika banyak perusahaan lantas menerapkan beragam strategi untuk membuat karyawan Milenial mereka betah dan tetap termotivasi untuk bekerja dengan semangat.

1. Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman

Mulai banyak perusahaan yang melakukan hal ini. Beberapa, misalnya, menerapkan ruang kerja terbuka untuk memudahkan komunikasi antarkaryawan, serta menyediakan ruang olah raga dan ruang bermain yang dilengkapi dengan beragam fasilitas, seperti meja pingpong dan konsol game. Bahkan ada yang menyediakan ruang istirahat yang dilengkapi dengan sofa dan matras. Ada pula perusahaan yang menyediakan makan siang serta pantry yang penuh dengan aneka snack dan minuman bagi karyawan.

2. Paket kompensasi menarik

Beberapa perusahaan menawarkan paket kompensasi yang menarik bagi karyawan berkualifikasi. Tentunya ini bergantung pada kemampuan dan jenis perusahaan, lokasi, serta profesi dan bidang keahlian karyawan.

Perusahaan-perusahaan rintisan atau startup, misalnya, dikenal memberikan kelebihan dalam hal kompensasi. Meski begitu, lingkungan kerja startup yang dinamis tentunya menuntut karyawan untuk siaga dan senantiasa siap dengan perubahan, termasuk risiko jika startup mengalami kegagalan. Namun, perlu dipahami pula bahwa gaji bukanlah satu-satunya faktor yang menjadi pertimbangan karyawan ‘kutu loncat’.

3. Pelatihan dan pendidikan

Melihat karakter Milenial yang suka dengan tantangan serta ingin memaksimalkan potensi mereka dan mempelajari hal-hal baru, ada pula perusahaan yang menerapkan rotasi karyawan secara berkala agar mereka bisa mendapatkan ilmu baru sekaligus mengetahui apa yang dikerjakan oleh rekan-rekannya dari divisi yang berbeda. Selain itu, banyak pula perusahaan yang memberikan kesempatan training dan pendidikan kepada karyawan.

4. Kegiatan santai bersama tim

Untuk menjaga keharmonisan antarkaryawan dan divisi, banyak pula perusahaan yang mengadakan team-outing atau kegiatan santai lainnya secara teratur. Jobplanet, misalnya, menerapkan half-day dan mengadakan team lunch pada hari Jumat terakhir di setiap bulan. Pada hari itu, karyawan hanya bekerja setengah hari, dan aktivitas kerja pada hari itu ditutup dengan makan siang bersama. Kegiatan ini diadakan selain untuk menjalin keakraban antarkaryawan, juga untuk menjaga work-life balance para karyawan.

Meski begitu, apapun strategi yang dilakukan oleh perusahaan untuk mempertahankan karyawan mereka, tentunya ada hal yang lebih mendasar yang perlu diingat oleh perusahaan, yakni trust atau kepercayaan.

Mengapa trust?

Mengapa perusahaan—dalam hal ini pihak manajemen—perlu memberikan kepercayaan kepada karyawan untuk melakukan pekerjaan dan menunjukkan hasil kerja terbaik mereka? Kepercayaan akan melahirkan rasa tanggung jawab dan percaya diri dalam diri karyawan, dan akan menumbuhkan rasa ikut memiliki serta keinginan dalam diri karyawan untuk berkontribusi bagi kemajuan organisasi dan dirinya sendiri sebagai profesional.

Dari sisi perusahaan, kepercayaan bukan hanya perlu diberikan kepada karyawan Milenial saja, tapi untuk seluruh karyawan dan bagian dari perusahaan. Demikian pula sebaliknya. Karyawan juga perlu menunjukkan bahwa dirinya mampu dan ingin berkembang sehingga pantas mendapatkan kepercayaan dari perusahaan, serta bisa menjaga kepercayaan tersebut. Ini demi terciptanya keseimbangan dan sinergi dalam organisasi.

Bagaimana dengan perusahaan Anda? Sudahkah manajemen perusahaan menerapkan strategi yang bisa membuat betah dan memotivasi karyawan?

Comments

comments