Apa yang Harus Dilakukan Jika Wawancara Kerja Tak Tepat Waktu?

Anda sedang menghadapi masalah pekerjaan dan punya pertanyaan seputar karier dan dunia kerja? Kirimkan pertanyaan Anda melalui email [email protected] dan dapatkan solusinya dari ahli dan praktisi HR berpengalaman di Jobplanet. Mari raih karier yang lebih baik bersama Jobplanet!


 Artikel ini juga dapat dibaca di  beritagar-logo.

Pertanyaan:

Dear Jobplanet,

Bulan lalu saya dipanggil interview oleh sebuah perusahaan. Saya sampai di lokasi 30 menit sebelum jadwal yang tertera di undangan, yakni pukul 9 pagi. Saya dan seorang kandidat lain kemudian diminta menunggu oleh resepsionis.

Tapi, sampai waktu menunjukkan hampir pukul 9.30, belum ada satupun pihak perusahaan yang memberi kabar soal keterlambatan waktu interview.

Sampai di sini saya bingung apakah saya harus mencari salah satu karyawan untuk menanyakannya, atau bertanya kembali pada resepsionis, atau tetap menunggu sampai dipanggil, karena saya tak ingin dianggap tidak sabaran dan saya juga tidak tahu bagaimana cara bertanya yang paling tepat. 

Akhirnya 15 menit kemudian saya baru dipanggil masuk ke dalam ruangan.

Pertanyaan saya, bukankah sikap recruiter seperti ini termasuk tidak profesional? Lalu kalau saya menghadapi situasi seperti ini lagi apa yang harus saya lakukan?

Bagaimana cara paling tepat untuk bertanya kepada resepsionis atau karyawan perusahaan tersebut?

Apakah mungkin ini merupakan salah satu cara yang dilakukan recruiter untuk menilai tingkat kesabaran kandidat (karena banyak teman saya juga mengalami hal yang sama ketika menghadiri wawancara perusahaan)?

Jawaban:

Dalam posisi saya sebagai direktur sebuah perusahaan, kalau saya sampai menemukan perlakuan seperti itu kepada para kandidat yang akan di-interview  dengan dalih bentuk tes kesabaran, saya pasti akan memecat siapa pun yang memiliki ide demikian.

Tidak pernah ada korelasi positif antara prestasi kerja si kandidat nantinya dengan kesediaannya menunggu berjam-jam untuk menjalani  interview yang kadang hanya berlangsung kurang dari satu jam itu.

Praktik demikian seharusnya sudah tidak dilakukan lagi karena berisiko membawa “bencana” bagi perusahaan dalam jangka panjang:

1. Citra perusahaan menjadi jelek

Ketika si kandidat diperlakukan sedemikian tidak profesionalnya di suatu perusahaan, dan kemudian ia menceritakan pengalaman tidak menyenangkan tersebut kepada teman-temannya, ini akan menimbulkan efek domino yang tidak terduga menyangkut citra perusahaan. Ingat, sekarang cerita jelek tentang sesuatu bisa dengan cepat tersebar melalui WhatsApp, media sosial, email, blog, dsb.

2. Kesulitan mencari kandidat berkualitas

Ketika cerita itu tersebar, yakinlah bahwa akan semakin sedikit orang yang mau menjalani proses rekrutmen di perusahaan yang telah mendapat citra jelek tersebut. Akibatnya, sulit sekali menemukan kandidat yang berkualitas untuk menempati posisi yang diperlukan.

3. Citra jelek tidak akan bisa hilang dalam waktu singkat

Hampir 10 tahun yang lalu saya pernah mendengar kisah nyata tentang sebuah perusahaan cukup besar—yang tidak perlu saya sebutkan namanya—tapi saya yakin banyak di antara Anda yang menggunakan produknya, yang sudah beberapa bulan sangat kesulitan menemukan kandidat berkualitas meski paket remunerasi yang ditawarkan sangatlah menarik. Ketika diusut lebih lanjut, ternyata para kandidat berkualitas sama sekali tidak tertarik untuk bekerja di sana karena pernah mendengar cerita tentang CEO perusahaan tersebut yang gemar menampar staf yang dianggap tidak memiliki performa kerja sesuai dengan keinginannya.

Kenyataan ini menjadi sesuatu yang sangat menyedihkan bagi para petinggi perusahaan tersebut, karena sebetulnya CEO yang dimaksud telah dipecat lebih dari setahun yang lalu. Namun, cerita tentang keburukannya masih tersebar. Tentunya ini menjadi sebuah pelajaran berharga bahwa citra perusahaan yang telah jelek di mata para kandidat tidak bisa serta-merta diperbaiki dalam waktu singkat, meskipun pihak perusahaan telah berupaya untuk melakukan pemulihan citra.

Sebagai seorang headhunter yang notabene pihak eksternal recruiter yang berhubungan secara intens dengan para manajer dan staf HRD dari banyak perusahaan ternama, saya sangat memahami apa saja yang diharapkan oleh pihak perusahaan dari para kandidat:

Integrity, trust, professionalism.

Sebaliknya, karena saya juga selalu berhubungan dengan para kandidat berkualitas untuk mengisi posisi lowong di perusahaan klien, saya pun jadi memahami karakter perusahaan seperti apa yang menjadi dasar pertimbangan mereka untuk mau bergabung:

  • a company with a high level of integrity
  • a company that has a trusted brand name
  • a company that would treat them with a true professionalism

Jadi kalau dilihat secara sederhana, seharusnya pihak HRD dan kandidat bisa menjadi dua pihak yang saling membutuhkan karena memiliki kesamaan prinsip. HRD dituntut untuk bisa menemukan kandidat terbaik sesuai dengan keinginan user, sementara kandidat berkeinginan untuk menjadi bagian dari perusahaan.

Dalam proses rekrutmen yang sukses, kuncinya adalah saling menghormati antara pihak HRD dan kandidat.

Jadi, bila lain waktu Anda mendapat perlakuan seperti itu, misalnya menunggu lebih dari 30 menit tanpa ada penjelasan atau permintaan maaf apapun dari perusahaan, jangan ragu untuk segera meninggalkan perusahaan tersebut, karena sulit untuk berharap banyak dari perusahaan yang masih memiliki pola pikir primitif—yang tidak bisa menghargai waktu dan tenaga yang telah dikeluarkan oleh si kandidat untuk menghadiri interview tersebut.


Tentang Haryo Utomo Suryosumarto

Founder & Managing Director PT Headhunter Indonesia, perusahaan executive search yang mulai berdiri sejak Mei 2009. Lulusan S-1 di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan S-2 di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini menggabungkan pengetahuan praktis dan pengalaman profesionalnya di dunia HR selama lebih dari 16 tahun terakhir, untuk memberikan pencerahan berupa tips pengembangan karier melalui berbagai artikel serta workshop/seminar di kampus ataupun lingkungan korporasi.

Comments

comments